Bagi umat Islam, Kitab Suci al-Qur’an tidak  sekedar berfungsi sebagai bacaan mulia dan media komunikasi dalam  beribadah kepada Tuhan. Dalam Islam, al-Qur’an menempati posisi yang  paling sentral dari seluruh bangunan Islam, oleh karena seluruh petunjuk  kehidupan dapat dicari rujukannya dalam Kitab Suci ini. 
Dalam konteks inilah al-Qur’an disebut juga  sebagai Imamnya orang-orang Islam. Inilah, antara lain, yang membedakan  Islam dengan agama-agama lainnya, al-Qur’an bagi umat Islam merupakan  firman suci sebagai Kitab Petunjuk ilahi, karena hanya ada satu Tuhan,  yaitu Allah SWT, Sang Pemilik firman.
Karena  al-Qur’an berfungsi sebagai Imam dan cahaya kehidupan bagi umat Islam  maka Kitab Suci ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan  sehari-hari umat Islam. Minimal, al-Qur’an dibaca tujuh belas kali  sehari semalam sebagai media komunikasi sang hamba dengan khaliknya  dalam shalat. Membaca al-Qur’an, minimal sekali Surah al-Fatihah,  ditambah dengan surah-surah pendek semisal Qul Huwa Allah (al-ikhlash); Qul ya ayyuha al-kafirun  (Surah al-Kafirun) merupakan keharusan dalam shalat. Tidak ada shalat  tanpa membaca al-Fatihah. Dan al-Qur’an harus dibaca dalam bahasa  aslinya (bahasa Arab) sebagai bahasa liturgi dalam mendirikan shalat.  Para ulama sepakat bahwa tidak sah shalat yang menggunakan bahasa lain,  selain bahasa al-Qur’an.
Itulah sebabnya dalam masyarakat Islam yang  agamis, belajar membaca al-Qur’an merupakan kewajiban utama dan pertama  bagi anak-anak Muslim. Sebagai firman suci dari Zat Yang Maha Tak  Terbatas, maka makna yang dikandung oleh al-Qur’an sangatlah luas,  dalam, dan juga tak terbatas.. Tidak ada satu penafsir pun yang mampu  menguak seluruh makna dan kandungan al-Qur’an secara utuh. Selain itu  penafsiran terhadap ayat-ayatnya tidak pernah final oleh karena tafsir  yang merupakan karya manusia itu memang bersifat nisbi, terikat oleh  ruang dan waktu. 
Itulah sebabnya selalu diperlukan upaya reinterpretasi  terhadap ayat-ayat al-Qur’an, khususnya ayat-ayat yang menyangkut  kehidupan nyata manusia, agar al-Qur’an senantiasa berdialog dengan  manusia sesuai dengan ruang dan waktu di mana mereka berada. Inilah  makna dari jargon yang berlaku di kalangan umat Islam bahwa “al-Qur’an  senantiasa berkesesuaian dengan segala ruang dan waktu” (al-Qur’an shalih li kulli zamaan wa makaan).
BERI COMENT ANDA 






















 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar