Sabtu, 22 Januari 2011

KEMATIAN SIAP MENJEMPUT

 Antum pernah lihat acara ulang tahun? Jika ya, tentulah yang berulang tahun pada
saat itu kelihatan gembira. Sebenarnya ini adalah sesuatu yang ironis. Jika
seseorang bergembira pada saat jumlah tahun hidupnya bertambah 1 tahun, maka
seharusnya ia bersedih karena jatah hidupnya telah berkurang 1 tahun.


Begitulah, 1 tahun kita lewati hidup ini, 1 tahun pula jatah hidup kita
berkurang. Dan dengan berkurangnya jatah hidup kita, kematian semakin mendekat.
Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman, yang artinya: "Setiap yang berjiwa akan
merasakan kematian, dan tidak akan disempurnakan balasan kamu melainkan pada
hari kiamat." (QS: Ali Imran: 185).

Kematian itu milik semua orang. Dan kematian itu datangnya tiba-tiba. Malaikat
maut yang bertugas mencabut nyawa itu tidak pernah ber-assalaamu'alaikum atau
meimnta permisi pada orang yang akan ia cabut nyawanya. Kita tidak tahu kapan
ia datang, dan jika ia datang pun kita tak bisa menolaknya. Mungkin sebelum
kita selesai membaca tulisan ini, kita sudah dicabut nyawa kita olehnya.
Padahal jika kita mati, babak baru hidup kita pun dimulai. Waktu hidup, kita
bisa mempersiapkan diri untuk hari kiamat, tapi jika sudah mati, kesempatan itu
musnah sudah.
 
Ketika 'Amr bin Abdu Qais menjelang wafat, ia menangis dan berkata, "Aku
menangis bukan karena takut mati, bukan pula karena ingin hidup senang di
dunia, melainkan karena telah tiba pada satu batas waktu di mana aku tidak bisa
lagi beribadah di siang hari dan shalat tahajud di malam hari."

Sudah waktunya kita untuk segera beramal, jangan sampai kita menyesal. Al-Hasan
berkata, "Mengherankan. Orang masih sempat tertawa padahal di belakangnya ada
kobaran api (neraka), dan masih sempat-sempatnya bersenang-senang padahal
kematian dari belakangnya "

Dalam kenyataannya ada dua macam akhir hidup, yaitu akhir hidup yang baik atau
husnul-khotimah dan akhir hidup yang buruk atau su'ul-khotimah. Husnul-khotimah
adalah akhir kehidupan seseorang yang beriman kepada Alloh dan percaya pada hari
berbangkitnya manusia dengan bermodalkan taqwa. Jadi iman dan taqwa adalah
faktor utama untuk menuju husnul-khotimah. Dan ketaqwaan yang berujud amal
sholih itu adalah wujud dari keimanan.

Contoh husnul-khotimah adalah seseorang
yang mati dalam memperjuangkan kalimat Alloh atau sesorang yang akhir amalannya
dalam taat pada Alloh. Rasululloh shallAllohu 'alaihi wa sallam bersabda, yang
artinya, "Siapa saja yang mengucapkan 'Laa ilaaha illaLlaah' pada akhir
hidupnya untuk mencari ridha Alloh , maka ia akan masuk surga. Siapa saja yang
berpuasa pada akhir hidupnya untuk mencari ridha Alloh , maka dia akan masuk
surga. Dan siapa saja yang bersedekah pada akhir hidupnya untuk mencari ridha
Alloh, maka ia akan masuk surga. " (HR: Ahmad V/391).

Ketika hampir wafat, Amir bin Abdullah menangis dan berkata, "Pada saat kematian
seperti ini seyogyanya orang-orang mau mengambil pelajaran agar dapat beramal
sholih. Ya Alloh, hamba mohon ampunanMu atas segala dosa hamba. Hamba bertaubat
dari segala dosa. Laa ilaaha illaLlaah." Begitulah yang ia ucapkan terus menerus
hingga ia meninggal dunia.

Saat hampir wafat, Alla bin Ziyad menangis dan ia ditanya, "Apa yang membuat
Anda menangis?" Ia menjawab, "Demi Alloh, aku ingin menyambut maut dengan
tauba." Orang-orang berkata, "Lakukanlah, semoga Alloh memberi rahmat kepadamu.
"Dia meminta untuk bersuci dan berpakaian baru, lalu ia menghadap kiblat lalu
memberi isyarat dengan kepalanya dua kali dan menelentangkan badan kemudian
meninggal dunia.

Mush'ab bercerita, "(Ketika sakit) Amir bin Abdullah bin Zubair bin Awwam
mendengar suara adzan lalu dengan langkah yang berat -karena sakit- meminta
untuk dituntun dengan berkata," Peganglah tanganku," Dia masuk masjid bersama
imam lalu ruku' sekali, setelah itu ia meninggal dunia.

Sedangkan su'ul-khotimah ialah apabila sewaktu akan meninggal dunia seseorang
didominasi oleh perasaan was-was yang disebabkan keragu-raguan atau keras
kepala atau ketergantungan terhadap kehidupan dunia yang akibatnya ia harus
masuk ke neraka secara kekal kalau tidak diampuni oleh Alloh subhanahu wa
ta'ala. Sebab-sebab su'ul-khotimah secara ringkas antara lain adalah perasaan
ragu dan sikap keras kepala yang disebabkan oleh perbuatan atau perkara dalam
agama yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi shallAllohui 'alaihi wa sallam,
menunda-nunda taubat, banyak berangan-angan tentang kehidupan duniawi, senang
dan membiasakan maksiat, bersikap munafik, dan bunuh diri.

Ibnu Qayyim menyebutkan dari salah seorang saudagar bahwa seseorang di antara
kerabatnya sebelum meninggal dunia ditalqin untuk mengucapkan kalimat tauhid,
Laa ilaaha illaLlaah. Namun ia justru mengucapkan, "Barang ini murah. Barang
pembelian itu bagus. Yang ini begini, yang itu begitu...." dan begitu
seterusnya hingga ia mati.

Beliau menyebutkan pula bahwa ada seorang lelaki penggemar musik sedang dalam
keadaan kritis lalu ditalqin agar mengucapkan kalimat tauhid, Laa ilaaha
illaLlaah. Tetapi ia justru menyenandungkan lagu, "Naanana...naanana..." hingga
ia mati.

Ibnu Rajab Al-Hambaly mengutip ucapan Abdul Aziz bin Abu Rawwad sebagai berikut,
"Aku pernah melihat seorang lelaki yang dituntun untuk membaca kalimat syahadat
menjelang ajalnya. Namun tragisnya, kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya
adalah kalimat yang justru mengingkari kalimat syahadat, sehingga ia mati dalam
keadaan seperti itu. Ketika kutanyakan siapa dia sebenarnya, ternyata dia
adalah peminum minuman keras" Abdul-Aziz lalu berkata pada para pelayat,
"Takutlah kalian dari berbuat dosa. Sebab dosa-dosa itulah yang mencampakkan
dia seperti itu. "

Ada pula yang tanda-tanda su'ul-khotimahnya tampak setelah si malang mati.
Syaikh Al-Qahthany bercerita, "Pernah aku memandikan mayat. Baru saja kumulai,
mendadak warna kulit si mayat berubah jadi hitam legam, padahal sebelumnya
putih bersih. Dengan rasa takut aku keluar dari tempat memandikan. Lalu aku
bertemu dengan seorang laki-laki. Aku bertanya,"Mayat itu milikmukah ?" Ia
jawab, "Ya," Aku bertanya lagi, "Apa ia ayahmu?" Ia menjawab, "Ya." Aku
bertanya, "Kenapa ayahmu itu sampai begini?" Ia menjawab, "Sewaktu hidupnya ia
tidak sholat." Maka aku katakan kepadanya, " Urusi sendiri ayahmu, dan
mandikanlah ia !"

Ibnu Qayyim berkata, "Abu Abdullah Muhammad bin Zubair Al-Haiany bercerita pada
kami, bahwa suatu hari selepas Ashar ia keluar rumah untuk berjalan-jalan di
taman. Menjelang matahari tergelincir, ia meratakan sebuah kuburan. Tiba-tiba
ia melihat sebuah bola api yang telah menjadi bara dan di tengahnya ada mayat.
Dia usap-usap matanya seraya bertanya pada dirinya, apakah hal ini mimpi atau
kenyataan. Setelah melihat dinding-dinding kota Madinah, ia baru sadar bahwa
hal ini suatu kenyataan.

Dengan rasa takut dan tubuh gemetar, ia pulang. Ketika keluarganya menyuguhi
makanan, ia tidak kuasa memakannya. Setelah cari info ke sana ke mari, akhirnya
diperoleh jawaban bahwa kuburan itu adalah kuburan penguasa yang zalim yang suka
korupsi yang kebetulan mati hari itu."

Kita mohon perlindungan Alloh dari su'ul-khotimah. Kita tidak tahu bagaimana
akhir hidup kita nanti, apakah baik atau buruk. Karena itu hendaknya kita
instropeksi diri terhadap iman dan taqwa kita.

Orang-orang sholih zaman dahulu pun takut akan keburukan akhir hidup mereka.
Sufyan Ats-Tsaury sering menangis sendiri dan berkata, "Aku begitu takut kalau
dalam suratan takdir aku tercatat sebagai orang yang celaka. Atau imanku lepas
ketika akan menghadapi maut."

Ketika ajal hampir menjemputnya, Ibrahim An-Nakha-i menangis seraya berkata, "
Bagaimana aku tidak menangis pada saat aku menanti utusan Tuhanku, apakah
membawa berita bahwa aku ke sorga, ataukah ke neraka ?"
Ketika Abu 'Athi'ah menjelang wafat, ia menangis dan ketakutan. Orang-orang
bertanya, "Mengapa Anda ketakutan?" Dia menjawab, "Bagaimana mungkin aku tidak
takut pada detik-detik seperti ini dan kemudian aku akan dibawa ke mana, aku
tidak tahu. "Begitulah kehidupan orang-orang saleh terdahulu. Walau pun sudah
terkenal kesalehannya, namun tetap saja mereka takut pada su-ul khotimah.

Lalu bagaimana dengan kita? Sudah pantaskah kita untuk tidak merasa takut akan
su'ul-khotimah? Padahal mereka, yang tentu lebih baik agamanya dari kita pun
masih merasa takut akan su'ul-khotimah.

Lalu jika kita ingin mati dengan husnul-khotimah dan tanpa su'ul-khotimah, apa
yang harus dilakukan? Simak hadits ini: Dari Ali bin Abu Thalib radhiyAllohu
'anhu dari Nabi shallAllohu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Setiap diri
yang telah dihembuskan nyawanya, maka Alloh telah menentukan tempatnya di surga
atau di neraka" Lalu ada seorang shahabat yang bertanya, " Ya Rasululloh, kalau
begitu apakah tidak sebaiknya kita pasrah pada apa yang telah ditentukan kepada
kita dan kita tidak usah beramal ?" Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Beramallah! Masing-masing akan diberikan kemudahan trehadap apa yang
telah diciptakan untuknya.

Adapun yang termasuk orang-orang yang bahagia, maka
Alloh akan memudahkannya melakukan amalan orang-orang yang bahagia. dan adapun
yang termasuk orang-orang yang celaka, maka Alloh akan memudahkannya melakukan
amalan orang-orang yang celaka. "Kemudian beliau membaca firman Alloh: "Adapun
orang-orang yang memberikan (hartanya pada jalan Alloh) dan bertaqwa, dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan
baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya
cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami kan menyiapkan
baginya (jalan) yang sukar [QS: Al-Lail: 5-10]" (HR: Al-Bukhary dan Muslim)

Begitulah jawabannya. Tetap saja kita diperintahkan untuk beramal sholih,
walaupun celaka atau bahagianya kita telah ditentukan sejak kita masih di rahim
ibu. Sebab siapa saja yang bertaqwa dan beriman, Alloh akan memudahkan beginya
jalan menuju bahagia. Dan tentu saja kita juga harus menjauhi amal-amal buruk
agar Alloh menghindarkan kita dari jalan yang celaka.

Tentu saja, beramal sholih dan menjauhi maksiat itu ada cara-cara yang jitu
untuk melakukannya. Siapa yang mengetahui cara-cara tersebut dan menerapkannya
dalam kehidupan tentu ia akan bahagia. Maka sudah sewajarnya kita
berlomba-lomba mencari tahu cara-cara tersebut lewat bertanya, membaca
buku-buku agama, dan tentu saja dari materi-materi di majelis pengajian.

WALLOHU'ALAM

BERILAH COMENTAR ANTUM



Tidak ada komentar: