KESEMPURNAAN AKAL
Saat seseorang mendapati teman yang selalu memberi kritik membangun, dan ia senang dengan hal itu, petanda kesempurnaan akal. Sebaliknya, pada saat ia dikritik ia tidak mau menerima, itu artinya ia menganggap pendapatnya yang terbaik, ingin menang sendiri, egois, selalu mencari kesalahan orang lain dan selalu hendak menjadi nomor satu, meskipun ia tak layak.
Seharusnya, pendapat dari siapapun tidak boleh dipandang sebelah mata, harusnya dipikir masak-masak, ambil yang baik dan tinggalkan selainnya. Orang lainlah yang lebih bisa meneliti diri kita ketimbang diri kita sendiri. Ibarat seorang yang baru terjaga dari tidurnya, lantas diingatkan, “Matamu ada kotorannya.” Atau orang yang berkata, “Pakainmu kurang rapi.” Hal demikian ini jangan dipandang sebagai upaya menjatuhkan harga diri. Mestinya ia berkata, “Terima kasih, kamu temanku yang paling perhatian kepadaku.”
Kesempurnaan seseorang akan terbukti jika ia mau mengakui keunggulan teman sebayanya. Ingat, kalau ia merasa unggul dari orang lain, dia adalah orang yang bodoh. Selain itu, ini juga suatu isyarat hendaknya kita dalam segala hal mendasarkannya dengan prasangka baik. Sikap semacam penting digaris bawahi agar tidak melihat semua orang sebagai lawan, semua orang jelek. Husnuddzan kepada hamba termasuk perangai terbaik. Nabi SAW bersabda:
خَصْلَتاَنِ لَيْسَ بَيْنَهُمَا خَيْرٌ مِنْهُمَا: حُسْنُ الظَّنِّ بِاللهِ وَحُسْنُ الظَّنِّ بِعِباَدِ اللهِ
“Ada dua perangai dimana tidak ada yang lebih baik dari selainnya: baik sangka kepada Allah dan kepada hamba-hambaNya.”
Bagaimana bentuk berprsangka baik kepada Allah? Ambil misal, hari ini pasaran kita lagi seret, toko mengalami kemerosotan omzet. Kita berucap, “Allah menghendaki aku untuk lebih banyak memohon kepada-Nya sekarang. Hari ini tak ada pembeli, mungkin besok ada. Yang jelas Allah ingin menguji kesabaranku dan ridhaku kepada-Nya.”
Akan tetapi, ada sebagian orang yang mendapati rezeqinya seret berkata, “Kenapa si Allah tidak membuat tokoku laris padahal aku tadi sudah shalat, apakah Allah sudah tidak suka kepadaku, benci kepadaku?” Bandingkan dengan misal berikutnya, ketika kita sedang sakit, pergi ke dokter dengan berprasangka baik, sekalipun si dokter mengeluarkan jarum suntik. Tapi berhubung kita sudah yakin dengannya, kita mantap saja bahwa dokter tidak mungkin mencelakakan, ia ingin mengobati. Kenapa hal demikian tak terwujud kepada Allah. Inilah yang dinamakan Husnuddzan kepada Allah.
Yang kedua husnuddzan kepada para hamba Allah. Allah SWT. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa…” (QS. Al-Hujurat: 12)
Berangkat dari ayat ini, kita dilarang bersikap apriori kepada orang lain, baik saat ia mengkritik atau menasihati. Tentunya, tidak untuk semua orang bisa kita sangka baik. Ada saatnya kita harus waspada khususnya dalam hal ini kepada orang-orang Nashrani, Yahudi, kaum Kafir, betapapun baiknya. Prasangka itu ada yang bagus tapi kebanyakan jelek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar