Akhlaq Islam Sebagai Sebuah Karakter
Inti ajaran yang terkandung dalam al-Quran terdiri dari tiga elemen pokok yakni keyakinan (tauhid), tata cara (syariat) dan perilaku (akhlaq). Ketiga elemen ini merupakan kekuatan ajaran islam yang khas dan membedakan dari ajaran lainnya. Ketiga elemen ini haruslah dipahami dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin dan terintegrasi. Pemeluk islam haruslah memiliki aqidah atau keyakinan yang kuat. Ia meyakini seyakin-yakinnya bahwa agama yang dipeluk adalah mutlak kebenarannya, yang datang dari Alloh lewat perantara nabi Muhammad saw.
Dalam mengejawantahkan ajaran islam, haruslah mengacu pada syariat berupa ketentuan agama yang mengatur hubungan manusia-pencipta, manusia-manusia, dan manusia-lingkungan sekitar. Akhlaq adalah manifestasi pribadi muslim yang utuh yang membedakan dirinya dengan orang non-islam. Akhlaq berupa sikap dan moralitas islam yang bersandar pada aqidah dan syariah islam.
Akhlaq terkait dengan proses memilih sebagai respon atas kejadian atau problem. Pilihan ini datangnya dari jiwa atau batin seseorang secara otomatis. Misalnya seorang dermawan dengan tidak berpikir panjang memberikan sesuatu kepada yang membutuhkan, begitu pula seorang bersikap jujur tanpa melihat apa yang akan diperoleh atas perbuatannya, dan lain sebagainya.
Ilmu, Marah, Sahwat, dan Keadilan
Ada 4 potensi dalam diri manusia yang harus dikelola dengan baik agar menghasilkan akhlaq islami yakni ilmu, sifat marah, sahwat (keinginan), serta keseimbangan/keadilan.
Dengan ilmu kita bisa mampu mengetahui dan mengidentifikasi kebenaran dan kesalahan. Namun, memiliki ilmu saja ternyata belum cukup melahirkan akhlaq yang baik. Diperlukan ilmu yang dibarengi kebijakan atau hikmah sebagai kekuatan yang lahir dari diri seseorang. Alloh memberikan hikmah dan kebijaksanaan kepada yang dikehendaki. Siapa yang diberikan hikmah pasti akan melahirkan akhlaq yang baik.
Rasa marah, diberikan Alloh kepada manusia. Rasa marah haruslah dikelola agar bisa menghasilkan akhlaq yang baik. Marah tidak harus dibuang namun harus dikendalikan. Seseorang yang seharusnya marah namun ia tidak marah maka orang tersebut seperti keledai. Marah bisa mempertahankan kehidupan. Tidak ada jihad kalau tidak ada marah. Dan ilmu hikmah yang mengendalikan marah atau tidak.
Sahwat adalah keinginan yang timbul dalam diri manusia. Misalnya keinginan untuk kaya, terkenal, mencintai beda jenis, dan lain sebagainya. Sahwat tidak boleh perturutkan kecuali sesuai bimbingan agama dan akal sehat. Selama manusia hidup, keinginan perut dan bawah perut tidak akan pernah habis. Sahwat yang berlebihan akan melahirkan kerakusan yang tidak ada batasan. Sahwat haruslah seperti anjing yang bisa dikendalikan saat dijadikan alat untuk berburu. Pada dasarnya sahwat itu liar namun bisa dikendalikan.
Terakhir, adalah Keseimbangan atau keadilan. Makna keadilan bukanlah memberi sama rata. Namun, memberi sesuai dengan kebutuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar