Laksana Bidadari dalam Hati Suami 1 (Berhias Untuk Suami)

Saudariku,
Pada saatnya nanti kan tiba, engkau akan  menjadi istri -Insya Allah-.  Atau bahkan sekarang ini pun engkau sudah  menjadi istri. Dan sudah  barang tentu engkau pasti ingin menjadi wanita  shalihah lagi berakhlak  karimah. Ciri khas wanita shalihah yaitu wanita yang  selalu berusaha  merebut hati, mencari cinta  suami, selalu mengharap ridha  suaminya agar mendulang pahala, demi  meretas jalan menuju Al-Firdaus Al-A’la…di  sanalah, dia akan berharap  bisa menjadi “permaisuri” suaminya ketika di dunia.
Lalu, lewat jalan manakah  hati seorang lelaki akan terebut…dan  ridhanya pun menyambut, sehingga dua jiwa  dalam satu cinta akan  bertaut?
Saudariku…Bunga-bunga cinta suami dapat mekar bersemi,
Harum semerbak mewangi di taman hati,
Jika ia senantiasa disirami
Harum semerbak mewangi di taman hati,
Jika ia senantiasa disirami
Manis ucapan, santun perkataan, lembut perlakuan, dan baiknya  pergaulan seorang  wanita akan menjadi siraman yang dapat menumbuhkan  benih-benih cinta di hati  sanubari sang suami. Dan bukan hal yang  mustahil,
karena akhlakmulah, duhai  wanita…hati suami pun akan mencinta.
Agar memiliki akhlak wanita  yang mulia, seorang wanita seyogyanya  berkiblat pada figur wanita abadi nan sempurna.  Sosoknya banyak  digambarkan dengan parasnya yang sungguh sangat cantik jelita.  Kiranya  engkau pun tahu…karena dia adalah…bidadari surga.
Bidadari surga teramat istimewa, wanita yang Allah ciptakan dengan  penuh  kesempurnaan yang didambakan pria. Dengan segala keistimewaan  yang ada dalam  dirinya, kiranya itu menjadi tantangan bagi wanita dunia  untuk bisa berusaha  menyamai karakteristik bidadari surga. Menyinggung  soal karakteristik, tentunya  wanita dunia tidak akan mampu bersaing  dengan bidadari dalam urusan fisik, dan  yang bisa kita contoh adalah  ciri khas akhlaknya. Baiklah, mari kita  bersama-sama telusuri tabiat  yang khas dari bidadari surga.
Cantik  Parasnya, Baik Akhlaknya, dan Harum Bau Tubuhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan keelokan dan kecantikan yang sungguh sempurna,  sebagaimana yang tergambar dalam ayat berikut,
وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ
” Dan Kami pasangkan mereka dengan bidadari  – bidadari yang cantik dan bermata jelita. ” (Qs. Ath-Thur: 20) 
– bagian yg berwarna sebaiknya dibuang, agar sesuai dg  terjemahannya
Huur ( حور) adalah bentuk jamak dari  kata haura (حوراء ) yaitu wanita  muda usia yang cantik mempesona, kulitnya mulus dan biji  matanya sangat hitam.
Hasan berkata, “Al-Haura (الحوراء )adalah wanita yang bagian putih matanya amat putih dan biji matanya  sangat hitam.”
 Zaid bin Aslamberkata, “Al-Haura adalah wanita yang matanya amat  putih bersih dan indah.”
Muqatilberkata, “Al-Huur adalah wanita yang wajahnya putih bersih.”
Mujahid berkata, “Al-Huur Al-’Iin (الحور العين )  adalah wanita yang  matanya sangat putih dan sumsum tulang betisnya  terlihat dari balik pakaiannya.  Orang bisa melihat wajahnya dari dada  mereka karena dada mereka laksana  cermin.”
Seorang penyair berkata,
Mata yang  sangat hitam di ujungnya telah membunuh kita
Lalu tak menghidupkan kita lagi
Lalu tak menghidupkan kita lagi
Menaklukkan orang yang punya akal hingga tak  bergerak
Dan mereka ialah makhluk Allah yang paling indah pada manusia
Dan mereka ialah makhluk Allah yang paling indah pada manusia
Benarlah memang, karena  wanita juga akan tampak terlihat lebih  menawan jika ia bermata indah, dengan  kelopak mata yang lebar, berbiji  mata hitam dikelilingi warna putih lagi  bersih.
فِيهِنَّ خَيْرَاتٌ حِسَانٌ
“Di dalam surga – surga  ada bidadari – bidadari yang baik – baik lagi cantik – cantik.”. (Qs.  Ar-Rahman: 70)
Khairaatun ( خَيْرَاتٌ ) adalah  jamak dari kata khairatun, sedangkan hisaan adalah bentuk jamak  dari hasanatun (  حسنة).  Maksudnya, bidadari –  bidadari tersebut baik akhlaknya dan cantik  wajahnya. Beruntunglah seorang pria  yang diberi anugrah wanita secantik  akhlak bidadari surga. Perhatikan dan  tanyakan pada diri kita…
Apakah kita sudah sepenuhnya memenuhi hak-hak suami, memuliakannya  dengan  sepenuh hati dan segenap jiwa? Apakah kita sudah berterima kasih  atas  kebaikannya? Pernahkah kita menyakitinya dengan sadar atau  tidak??
Duhai istri…Suami yang beriman merupakan orang yang mulia di sisi Allah Subhanahu  wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan marah jika engkau menghina  dan menyakiti lelaki yang memiliki kedudukan yang mulia di sisiNya. Sebagai  gantinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala menugaskan para bidadari untuk  menjunjung kemuliaan suami-suami mereka di dunia ketika para istri menyakiti  mereka - sekalipun sedikit - di dunia.
Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seorang istri  menyakiti suaminya ketika di dunia,  melainkan istri suami tersebut  yang berasal dari kalangan bidadari akan  berkata, ‘Jangan sakiti dia! Semoga  Allah mencelakakanmu, sebab dia  berada bersamamu hanya seperti orang asing yang  akan meninggalkanmu  untuk menemui kami.” (Hr. Tirmidzi dan Ahmad.  Menurut Imam Tirmidzi, ini hadits hasan)
Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu’anhu, bahwasanya Nabi shallallahu  ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sekiranya ada  seorang wanita penghuni surga, yang menampakkan  dirinya ke bumi, niscaya ia  akan menerangi kedua ufuknya serta  memenuhinya dengan semerbak aroma.  Kerudungnya benar-benar lebih baik  daripada dunia dan seisinya.” (Hr.  Bukhari)
Saudariku, sebagaimana kita ketahui…kecantikan paras wanita dunia  seperti kita  sangatlah minim jika dibandingkan kecantikan paras  bidadari surga. Kita niscaya  tidak akan mampu menandingi kecantikan  mereka, namun apakah kita harus  bersedih? Sama sekali tidak!
Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang beraneka rupa,  sebagai tanda  dari kehendak dan kekuasaanNya. Maka terimalah apapun  yang telah Ia karuniakan  bagimu, karena itu yang terbaik untukmu.  Meskipun wajah kurang cantik dan fisik  kurang menarik, janganlah takut  untuk tidak dicinta. Berhiaslah dan  percantiklah dirimu dengan hal –  hal yang Allah halalkan, karena istri shalihah  bukan hanya yang tekun  beribadah saja, namun seorang istri yang bisa menyenangkan  hati suami  ketika suami memandangnya.
Saudariku… Dan apakah kau lupa, fitrahmu sebagai wanita yang tentu  suka akan  perhiasan? Perhiasan terkait dengan makna keindahan, sehingga  seorang perempuan  shalihah senantiasa menjaga daya tarik dirinya bagi  suaminya… karena wanita  adalah salah satu sumber kebahagiaan lelaki.  Apabila seorang istri senantiasa  melanggengkan berhias dan mempercantik  diri di hadapan suami, itu akan menjadi  hal yang menambah keintiman  hubungannya dengan suami. Sang Suami pun tentu akan  semakin cinta pada  istri pujaan hatinya insyaallah.
Bagi saudari-saudariku pada umumnya serta saudara-saudaraku pada  khususnya,  enak dipandang dan menyenangkan hati bukan berarti harus  cantik sekali bukan?  Dan berhias pun tidak harus menggunakan aksesori  yang terlalu mahal . Lalu  bagaimana jika Allah menentukan engkau  mendampingi lelaki yang secara materi  belum mampu “madep mantep“? (baca: hanya cukup untuk membiayai  kebutuhan pokok)
Aku ingatkan engkau pada nasihat para pendahulu kita kepada putrinya
…
Abul Aswad berkata pada putrinya, “Janganlah engkau cemburu, dan  sebaik-baik  perhiasan adalah celak. Pakailah wewangian, dan sebaik –  baik wewangian adalah  menyempurnakan wudhu.”
Ketika Al-Farafisah bin  Al-Ahash membawa putrinya, Nailah, kepad Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu  ‘anhu, dan Beliau telah menikahinya, maka ayahnya menasihatinya dengan  ucapannya, “Wahai  putriku, engkau didahulukan atas para wanita dari kaum  wanita Quraisy  yang lebih mampu untuk berdandan darimu, maka peliharalah dariku  dua  hal ini: bercelaklah dan mandilah, sehingga aromamu adalah aroma bejana   yang terguyur hujan.”
 Memang tubuhmupun dicipta tiada bercahaya dan harum mewangi  laksana  bidadari, namun engkau tentu bisa memakai wewangian yang  disukai suamimu  ketika engkau berada di kediamanmu bersamanya, dengan  begitu penampilanmu  tambah terlihat menawan dipandang mata.
Bersambung insyaallah
Maraji’:
- Tamasya ke Surga, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul Falah, Jakarta.
- Panduan Lengkap Nikah (Dari “A” sampai “Z”), Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdirrazzak, Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan ke-4, Bogor, 2006.
- Bersanding Dengan Bidadari di Surga, Dr.Muhamamd bin Ibrahim An-Naim, Daar An Naba’, Cetakan Pertama, Surakarta, 2007.
- Mengintip Indahnya Surga, Syaikh Mahir Ahmad Ash-Shufi, Aqwam, Cetakan Pertama, Solo, 2008.
- Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Darul falah, Cetakan ke-11, Jakarta, 2003.
- Majelis Bulan Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Pustaka Imam Syafi’i, Cetakan ke-2, Jakarta, 2007.
- Bidadari Surga Agar Engkau Lebih Mulia Darinya, ‘Itisham Ahmad Sharraf, IBS, Cetakan ke-3, Bandung 2008.





















 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar