Generasi Qur’ani…
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Al A’raaf:52)
1. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW.
Tahukah antum, sesungguhnya Al Qur’an diturunkan untuk tiga perkara. Beribadah dengan membacanya, mentadabburi makna-maknanya, dan mengambil pelajaran darinya. Artinya Allah telah menurunkan Al-Qur’an untuk diimani, dipelajari, dibaca, di-tadabburi, diamalkan, dijadikan sandaran hukum, dijadikan rujukan dan untuk dijadikan obat dari berbagai penyakit dan kotoran hati serta untuk hikmah-hikmah lain yang Allah kehendaki dari penurunannya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Bacalah kalian Al Qur’an, karena pada hari kiamat Al Qur’an datang menjadi pemberi syafa’at bagi pembacanya.” (Diriwayatkan Muslim)
Pada suatu hari, musuh bebuyutan Rasulullah SAW datang kepada beliau, dan berkata, “Hai Muhammad, bacakan Al Qur’an kepadaku.” Kemudian Rasulullah SAW membaca firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An Nahl : 90)
Rasulullah SAW belum selesai menuntaskan pembacaan ayat di atas, tiba-tiba musuh bebuyutan beliau meminta pengulangan pembacaan ayat tersebut karena kagum kepada keagungan bahasanya, kesucian maknanya, karena ingin mengambil keterangannya, dan karena tertarik pada kekuatan pengaruhnya. Tidak lama berselang, musuh bebuyutan tersebut mengangkat suaranya memberi pengakuan, bersaksi atas kesucian firman Allah Ta’ala, dan keagungannya. Ia berkata dengan satu perkataan, “Demi Allah, sungguh Al Qur’an ini betul-betul manis, di dalamnya terdapat keindahan, bawahnya berdaun lebat, dan atasnya berbuah. Al
Qur’an ini tidak diucapkan oleh manusia.”2
Oleh karena itu, seorang muslim harus konsisten dengan etika-etika membaca Al Qur’an, yakni:
Maraji’:
1.ENSIKLOPEDI MUSLIM MINHAJUL MUSLIM,
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Darul Falah
2.TAFSIR JUZ ‘AMMA,
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin,
At Tibyan
3.almanhaj
Foot note:
1.Hadits riwayat Muslim dalam Kitab Al-Jum’ah,
bab : Meringankan shalat dan khutbah no. (867,43)
2.Diriwayatkan Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Al Baihaqi dengan sanad yang baik.
Musuh yang dimaksud ialah Al-Mughirah.
3.Diriwayatkan semua penulis Sunan dan di-shahih-kan At-Tirmizi
1. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW.
Tahukah antum, sesungguhnya Al Qur’an diturunkan untuk tiga perkara. Beribadah dengan membacanya, mentadabburi makna-maknanya, dan mengambil pelajaran darinya. Artinya Allah telah menurunkan Al-Qur’an untuk diimani, dipelajari, dibaca, di-tadabburi, diamalkan, dijadikan sandaran hukum, dijadikan rujukan dan untuk dijadikan obat dari berbagai penyakit dan kotoran hati serta untuk hikmah-hikmah lain yang Allah kehendaki dari penurunannya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Bacalah kalian Al Qur’an, karena pada hari kiamat Al Qur’an datang menjadi pemberi syafa’at bagi pembacanya.” (Diriwayatkan Muslim)
Pada suatu hari, musuh bebuyutan Rasulullah SAW datang kepada beliau, dan berkata, “Hai Muhammad, bacakan Al Qur’an kepadaku.” Kemudian Rasulullah SAW membaca firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An Nahl : 90)
Rasulullah SAW belum selesai menuntaskan pembacaan ayat di atas, tiba-tiba musuh bebuyutan beliau meminta pengulangan pembacaan ayat tersebut karena kagum kepada keagungan bahasanya, kesucian maknanya, karena ingin mengambil keterangannya, dan karena tertarik pada kekuatan pengaruhnya. Tidak lama berselang, musuh bebuyutan tersebut mengangkat suaranya memberi pengakuan, bersaksi atas kesucian firman Allah Ta’ala, dan keagungannya. Ia berkata dengan satu perkataan, “Demi Allah, sungguh Al Qur’an ini betul-betul manis, di dalamnya terdapat keindahan, bawahnya berdaun lebat, dan atasnya berbuah. Al
Qur’an ini tidak diucapkan oleh manusia.”2
Oleh karena itu, seorang muslim harus konsisten dengan etika-etika membaca Al Qur’an, yakni:
- Membaca dalam kondisi yang paling sempurna, misalnya dalam keadaan besih, menghadap kiblat, dan duduk dengan santun.
- Membaca dengan tartil, tidak tergesa-gesa, dan tidak mengkhatamkannya kurang dari tiga malam, karena Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa mengkhatamkan Al Qur’an kurang dari tiga malam, ia tidak akan memahaminya.”3
- Khusyu‘
- Memperindah suaranya
- Merahasiakan tilawahnya
- Tidak melalaikan atau menentang Al Qur’an
Maraji’:
1.ENSIKLOPEDI MUSLIM MINHAJUL MUSLIM,
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Darul Falah
2.TAFSIR JUZ ‘AMMA,
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin,
At Tibyan
3.almanhaj
Foot note:
1.Hadits riwayat Muslim dalam Kitab Al-Jum’ah,
bab : Meringankan shalat dan khutbah no. (867,43)
2.Diriwayatkan Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Al Baihaqi dengan sanad yang baik.
Musuh yang dimaksud ialah Al-Mughirah.
3.Diriwayatkan semua penulis Sunan dan di-shahih-kan At-Tirmizi
BOLEH KOMENTAR